Pengertian Dumping
• Barang Dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor yang lebih rendah dari Nilai Normalnya di negara pengekspor
• Subsidi adalah :
a. Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan pemerintah baik langsung atau tidak langsung kepada perusahaan, industri, kelompok industri, atau eksportir
b. Setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor dari atau ke negara yang bersangkutan
Ketentuan Umum
A. Bea Masuk Anti Dumping
Bea Masuk Anti dumping dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. Besarnya Bea Masuk Antidumping adalah setinggi-tingginya sama dengan margin dumping yaitu selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang dumping. Nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis di pasar domestik negera pengekspor untuk tujuan konsumsi.
B. Bea masuk Imbalan
Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang yang mengandung subsidi yang menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri Besarnya Bea Masuk Imbalan adalah setinggi-tingginya sama dengan subsidi neto
Subsidi neto adalah selisih antara subsidi dengan :
a. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk memperoleh subsidi, dan/atau
b. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti subsidi yang diberikan kepada barang ekspor tersebut
Dalam hal importasi barang yang bersangkutan dapat dikenakan Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan secara bersamaan, maka harus dikenakan salah satu yang tertinggi.
Komite anti Dumping
Untuk menangani masalah dumping dan imbalan, pemerintah dalam hal ini Menteri Perindustrian dan Perdagangan membentuk KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA (KADI) yang beranggotakan unsur Deperindag, Depkeu dan departemen atau lembaga non departemen terkait lainnya.
Komite tersebut bertugas :
1. melakukan penyelidikan terhadap Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi
2. mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi
3. mengusulkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan
4. melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan
5. membuat laporan pelaksanaan tugas.
Tahap pertama dari proses Anti Dumping adalah penyelidikan oleh Komite Anti Dumping yang dilaksanakan oleh TIM OPERASIONAL ANTI DUMPING (TOAD) atas barang impor yang diduga sebagai barang Dumping dan/atau barang mengandung subsidi yang menyebabkan kerugian. Bagi industri dalam negeri inisiatif untuk melakukan penyelidikan tersebut dapat dilakukan atas inisiatif dari komite sendiri atau karena permohonan industri dalam negeri.
Dalam hal adanya permohonan dari industri dalam negeri, komite harus memberikan keputusan menolak atau menerima dan memulai penyelidikan atas permohonan tersebut paling lama 30 hari sejak diterimanya permohonan tersebut. Keputusan diambil berdasarkan penelitian atas bukti yang diajukan dan dianggap memenuhi persyaratan.
Penyelidikan harus diakhiri dalam waktu 12 bulan sejak keputusan dimulainya penyelidikan, namun dalam hal tertentu dapat diperpanjang menjadi selama-lamanya 18 bulan.
Dalam hal terbukti adanya dumping, komite menyampaikan besarnya marjin dumping dan/atau subsidi netto dan mengusulkan pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Menperindag memutuskan besarnya nilai tertentu untuk pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalanyang besarnya sama dengan atau lebih kecil dari Marjin Dumping dan/atau Subsidi Netto.
Atas dasar keputusan Menperindag tersebut, Menteri Keuangan menetapkan besarnya Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan. Dalam hal tidak terbukti, komite menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Bukti dan Tindakan
Dalam melaksanakan penyelidikan, TOAD memberitahukan kepada pihak yang berkepentingan mengenai informasi yang diperlukan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan bukti-bukti secara tertulis. Khusus untuk eksportir atau produsen luar negeri, diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan komite dalam waktu maksimal 30 hari. Untuk kepentingan penelitian kebenaran informasi, komite dapat melakukan penyelidikan di luar negeri, sepanjang mendapat
Dasar Hukum
• UU No. 10 Tahun 1995 tentang KepabeananPeraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk
Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan
• Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No: 430/MPP/Kep/9/1999 tentang Komite Antidumping Indonesia dan Tim Operasional Antidumping
• Surat Edaran Dirjen Bea dan No. SE-19/BC/1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Anti Dumping/Sementara
Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuaran pasar dan struktur pasar import, antara lain:
1. Market Expansion Dumping
Perusahaan pengeksport bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.
2. Cyclical Dumping
Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.
3. State Trading Dumping
Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi.
4. Strategic Dumping
Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing.
5. Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.
Adapun Kriteria dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping oleh suatu negara yang:
1. Harus ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)
2. Harus ada kerugian material di negara importir
3. Adanya hubungan sebab-akibat antara harga dumping dengan kerugian yang
terjadi. Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang.
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Kapan praktik dumping masuk pada pengawasan KPPU jika, memang dampak dari praktik dumping tersebut dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dengan demikian maka KPPU harus dapat menilai apakah maksud dari praktik dumping maupun (predatory pricing) bahwa memang ada pesaing-pesaing usaha anggota perjanjian kartel bertujuan untuk menyingkirkan pesaing usaha lain dari pasar (harga pasar yang sangat rendah). Ini adalah strategi hambatan klasik, di mana para pesaing usaha tidak lagi bersaing berdasarkan instrumen penawaran, melainkan menggunakan instrumen-instrumen nonpersaingan untuk bertahan di pasar. Praktik dumping dari kacamata persaingan usaha apabila tujuan dari praktik dumping memang ingin menghilangkan pesaing, dan adanya hambatan terhadap persaingan, ataupun ingin menjadi posisi dominan (abuse of dominant position) maka KPPU bisa menangani kasus tersebut.
Sebagai kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisa tersebut di atas maka praktik dumping merupakan rezim dari Hukum Perdagangan Internasional di bawah kendali WTO. Sanksi yang diberikan apabila terbukti melakukan praktik dumping dikenakan sanksi berupa BMAD, apabila pihak yang dikenai sanksi keberatan terhadap BMAD maka dapat mengajukan keberatan ke panel WTO melalui Komisi Antidumping di DSB (Dispute Settlement Body).
Sementara menjual harga di bawah harga pasar maupun melakukan predatory price dalam kacamata hukum persaingan akan menghambat adanya persaingan sehat. Praktik dumping dalam jangka pendek menguntungkan konsumen namun pada jangka panjang akan merugikan konsumen dan termasuk industri pesaing yang memiliki industri barang yang sejenis. Tentunya apabila tujuannya untuk menyingkirkan pesaing maka jelas merupakan persaingan yang tidak sehat dan menjadi pengawasan dari KPPU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar